BAB
VIII
ILMU
DAN BAHASA
26. Terminologi :
Ilmu, Ilmu Pengetahuan dan Sains?
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia
terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang
dihadapinya, hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Ilmu pengetahuan dari kata bahasa
Inggris science, yang berarti
mempelajari dan mengetahui
The Liang Gie memberikan pengertian ilmu
adalah rangkaian aktifitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode
untuk memperoleh pemahaman rasional empiris menganai dunia ini dalam berbagai
seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala
yang ingin dimengerti manusia.
Menurut kamus Webster
New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire
yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan
sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui
intuisi atau kepercayaan.
Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang
empirisme–positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti
matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003).
Agus Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy, Religion
and Science, 1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu:
religius, metafisic dan positif.
Dua
Jenis Ketahuan
Manusia dengan segenap kemampuan
kemanusiaannya seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindera dan intuisi
mampu menangkap alam kehidupannya dan mengabstrakan tangkapan tersebut dalam
dirinya dalam berbagai bentuk “ketahuan” umpamanya kebiasaan, akal sehat, seni,
sejarah dan filsafat. Terminology ketahuan ini adalah terminologi artificial
yang bersifat sementara sebagai alat analisis yang pada pokoknya diartikan
sebagai keseluruhan bentuk dalam produk kegiatan manusia dalam usaha untuk
mengetahui sesuatu. Apa yang kita peroleh dalam proses mengetahui tersebut
tanpa memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya kita masukkan ke dalam kategori
yang disebut ketahuan ini. Dalam bahasa Inggris sinonim dari ketahuan ini
adalah knowledge.
Ketahuan atau knowledge ini merupakan terminology
generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi,
seni, bela diri, cara menyulam dan biologi itu sendiri. Jadi biologi termasuk
ke dalam ketahuan(knowledge) seperti
juga ekonomi, matematika dan seni. Untuk membedakan tiap-tiap bentuk dari
anggota kelompok ketahuan (knowledge)
ini terdapat tiga kriteria yaitu;
1.
Apakah
objek yang ditelaah membuahkan ketahuan (knowledge)
tersebut? Kriteria ini disebut juga obyek ontologis.
2.
Cara
yang dipakai untuk mendapatkan ketahuan (knowledge)
tersebut; atau dengan perkataan lain, bagaimana cara mendapatkan ketahuan (knowledge) itu?. Kriteria ini disebut
juga obyek epistemologis. Misalnya landasan epitemologis matematika adalah
logika deduktif dan kebiasaan adalah pengalaman dan akal sehat.
3.
Untuk
apa ketahuan (knowledge) itu
dipergunakan atau nilai kegunaan? Landasan ini termasuk ke dalam landasan
aksiologis. Misalnya nilai kegunaan filsafat atau fisika nuklir jelas berbeda
dengan seni pencak.
Jadi seluruh bentuk
dapat digolongkan ke dalam kategori ketahuan (knowledge) dimana masing-masing bentuk dapat dicirikan oleh
karakteristik objek ontologism, epistemologis dan aksiologis. Bentuk ketahuan
ini ditandai dengan;
1.
Obyek
ontologis: pengalaman manusia yakni segenap ujud yang dapat dijangkau lewat
pancaindra atau alat yang membantu kemampuan pancaindra.
2.
Landasan
epitemologi: metode ilmiah yang berupa gabungan logika deduktif dengan
pengajuan hipotesis atau yang disebut logico-hyphotetico-verifikasi.
3.
Landasan
aksiologi: kemaslahatan manusia artinya segenap ujud ketahuan itu secara moral
ditujukan untuk kebaikan hidup manusia.
Beberapa
Alternatif
1.
Menggunakan
ilmu pengetahuan atau science dan
pengetahuan untuk knowledge.
Kelemahan knowledge merupakan
terminologi generik dan science
adalah anggota dari kelompok tersebut dan terminologi ilmu pengetahuan utnuk science dimana biologi disebut ilmu
hayat sedangkat fisika adalah ilmu pengetahuan alam.
2.
Didasarkan
kepada asumsi bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah dua kata benda yaitu
ilmu dan pengetahuan. Lebih lumrahnyakata pengetahuan untuk knowledge dan ilmu untuk science.
Sains:
Adopsi yang Kurang Dapat Dipertanggungjawabkan
1.
Sains
adalah terminologi dari bahasa Inggris yaitu science. Scientist adalah
sainswan atau saintis.
2.
Terminologi
science dalam bahasa asalnya sering
dikaitkan dengan natural science seperti
teknik. Termonologi science sering
dikaitkan dengan teknologi. Hal ini menimbulkan jurang antara ilmu-ilmu sosial
dan ilmu-ilmu alam.
Pendapat
Wittgeinstein mengenai hal tersebut yakni pertanyaan yang terkandung dalam
karya filsafat adalah tidak salah namun nonsensical. Kebanyakan pertanyaan
dalam filsafat ditimbulkan oleh kegagalan kita untuk memahami logika dari
bahasa kita sendiri.
Quo
Vadis?
Alasan perubahan
terminologi ilmu untuk science dan
pengetahuan untuk knowledge:
1.
Ilmu
adalah sebagian dari pengetahuan(genus).
2.
Ilmu
adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yakni ciri-ciri ilmiah.
3.
Ilmu
pengetahuan adalah ilmu yang bersifat pengetahuan, pengetahuan yang bersifat
ilmiah.
4.
Ilmu
pengetahuan dapat diartikan sebagai ilmu dan pengetahuan
5.
Ilmu
adalah genus dimana terdapat bermacam spesies.
6.
Ilmu
pengetahuan sinonim dari scientific
knowledge.
7.
Ilmu
adalah sinonim dengan knowledge
Dengan demikian hasil
KIPNAS III ilmu pengetahuan untuk scientific
knowledge, ilmu untuk knowledge dan
pengetahuan untuk science, harus
diadakan beberapa perubahan antara lain:
1.
Metode
ilmiah harus diganti dengan pengetahuan
2.
Ilmu-ilmu
sosial harus diganti dengan pengetahuan-pengetahuan sosial
3.
Ilmuwan
harus diganti dengan ahli pengetahuan
Terlepas
dari beberapa pendapat diatas, saya melihat bahwa polarisasi kepentingan
politik terhadap ilmu kini muncul dari segala penjuru. Tak hanya dalam
ilmu-ilmu kealaman, namun juga, (apalagi) dalam ilmu-ilmu sosial.
Netralitas
ilmu untuk (menjaga) objektifitas ilmu, seperti yang sudah diklaim oleh
kerajaan sains abad 17, netralitas ilmu itu sendiri sesungguhnya boleh
dikatakan “relatif” jika ditilik dari kepentingan politik (dalam dua
pengertiannya itu).
Disinteretedness,
menurut Merton, mengandung arti tiadanya kepentingan personal dalam kaitan
menerima atau menolak sebuah gagasan (Ziman, 1984: 85). Originalitas gagasan
adalah diatas segala-galanya dan karena itu hadirnya asumsi diluar kepentingan
(yang bisa meruntuhkan originalitas gagasan) ilmu, mesti ditolak.
Pertanyaannya,
apakah dalam merangkai konsep dan relasi struktur term konseptual ilmu itu,
ilmuwan sungguh-sungguh terbebas dari disinteretedness? Jawabannya, tidak bebas
dari kepentingan. Tetap selalu ada kepentingan yang turut serta terlibat dari
eksternal ilmu. Bahkan, sebuah ideologi begitu kuasa memainkan peranan berarti,
sampai-sampai, Baltas menyebutnya sebagai bentuk kebohongan jurisdiksi pada
permainan struktur internal.
Misalnya,
dalam sebuah pembuktian Teori Evolusi Harun Yahya, jelas sekali termuat
rembesan sebuah kepentingan (agama). Tak ada jaminan terhadap originalitas
karena Yahya seolah melakukan “penyimpulan mendadak” yang seluruh kesimpulan itu
diarahkan pada keniscayaan kebesaran suatu agama tertentu (Islam)
Akhirnya
pemahaman terhadap netralitas ilmu harus sampai pada titik simpul bahwa tidak
ada yang sungguh-sungguh netral dalam proses mengetahui. Ilmu berkembang tidak
dari ruang kosong. “Pengetahuan ilmiah”, seperti dipercaya Stephen Weldon,
“tidak semata-mata otonomi berdasarkan prinsip universal-rasionalitas, tetapi
secara langsung terkait dengan konstruksi sosial” (2002: 375).
27. Terjadinya Pengetahuan
Masalah
terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi,
sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang akan berwarna
pandangan atau paham filsafatnya. Jawaban yang paling sederhana tentang
terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat apriori atau aposteriori. (Abbas
Hamami M., 1982, hlm. 11):
Pengetahuan apriori adalah pengetahuan
yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun
pengalaman batin.
Pengetahuan apoteriori adalah
pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman dan bertumpu pada kenyataan
objektif.
Menurut
John Hospers dalam bukunya An
Introduction to Philosophical Analysis dalam Surajiyo (2005: 55)
mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh pengetahuan, yaitu:
1. Pengalaman
indra (sense experience)
2. Nalar
(reason)
3. Otoritas
(authority)
4. Intuisi
(intuition)
5. Wahyu
(revelation)
6. Keyakinan
(faith)
1.
Pengalaman
Indra (sense experience)
Orang sering merasa
bahwa pengindraan adalah alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan.
Memang dalam hidup manusia tampaknya pengindraan adalah satu-satunya alat untuk
mencerap segala objek yang ada di luar diri manusia. Karena terlalu menekankan
pada kenyataan, paham demikian dalam filsafat disebut realisme. Relaisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa semua
yang dapat diketahui hanya kenyataan. Jadi, pengetahuan berawal dari kenyataan
yang dapat diindrai.
2.
Nalar
(reason)
Nalar
adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih
dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Asas-asas pemikiran:
Principium
Identitas = sesuatu itu mesti sama dengan dirinya
sendiri/asas kesamaan (A=A).
Principium
Contradictionis = dua paham yang bertentangan, tidak
mungkin benar dalam waktu yang bersamaan (asas pertentangan).
Principium
Tertii Exclusi = apabila dua pendapat yang berlawanan
tidak mungkin keduanya benar dan tidak mungkin keduanya salah (asas tidak ada
kemungkinan ketiga).
3.
Otoritas
(authority)
Otoritas
adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh
kelompoknya yang memiliki kewibawaan.
4.
Intuisi
(intuition)
Intuisi
adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses kejiwaan tanpa
suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan berupa
pengetahuan. Peran intuisi sebagai sumber pengetahuan adalah kemampuan dalam
diri manusia yang dapat melahirkan pernyataan-pernyantaan berupa pengetahuan.
5.
Wahyu
(revelation)
Wahyu
adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk kepentingan
umatnya.
6.
Keyakinan
(faith)
Keyakinan
adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan.
A.
Jenis-Jenis
Pengetahuan
Pengatahuan
menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi atas:
1. Pengetahuan
nonilmiah
Pengatahuan yang diperoleh dengan
menggunakan cara-cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah.
Segenap hasil pemahaman manusia atas
sesuatu atau objek tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil penginderaan, hasil penglihatan,
hasil pembauan, hasil pengacapan lidah dan hasil perabaan kulit.
2. Pengetahuan
ilmiah
Segenap hasil pemahaman manusia yang
diperoleh dengan menggunakan metode-metode ilmiah.
Tingkatan
Pengatahuan menurut Plato dan Aristoteles:
1. Pengetahuan
Eikasia (Khayalan)
Pengathuan berupa bayangan atau gambaran
Seseorang yang mengkhayal bahwa dirinya
pada saat tertentu mempunyai rumah mewah, besar dan indah dilengkapi kendaraan
sehingga khayalannya ini terbawa mimpi.
2. Pengatahuan
Pistis (Substansial)
Hal-hal yang tampak dalam dunia
kenyataan atau dapat diindrai secara langsung.
Disebut Zooya, mendekati suatu keyakinan (kepastian yang bersifat
pribadi/kepastian subjektif)
Pengatahuan ini mengandung nilai
kebenaran apabila mempunyai pendengaran yang baik, penglihatan normal serta
indra yang normal.
3. Pengatahuan
Dianoya (Matematik)
Tingkat yang ada di dalamnya sesuatu
yang tidak hanya terletak pada fakta atau objek yang tampak, juga terletak pada
bagiamana cara berpikirnya.
Contoh, para ahligeometri atau
matematika, yang kajiannya matematika yakni suatu yang harus diselidiki dengan
akal budi melalui gambar-gambar, diagram kemudian ditarik suatu hipotesis.
Hipotesis ini diolah terus hingga sampai
pada kepastian.
4. Pengatahuan
Noesis (Filsafat)
Objeknya arche yakni prinsip yang
mencakup epistimologis dan metafisik.
Pengetahuan pikir, tetapi tidak lagi
menggunakan pertolongan gambar atau diagram melainkan dengan pikiran yang
sungguh-sungguh abstrak.
Tujuan untuk kebaikan, kebenaran dan
keadilan
28.
Politik Bahasa Nasional
Bahasa pada hakikatnya mempunyai
dua fungsi yaitu:
1.
Sebagai
sarana komunikasi antar manusia (funsi komunikatif).
2.
Sarana
budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut
(fungsi kohesif atau integratif).
Pada tanggal 28
Oktober 1928 bangsa Indonesia telah memilih Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional. Alasan yang utama adalah ditekankan fungsi kohesif Bahasa Indonesia
sebagai sarana untuk mengintegrasikan berbagai suku kedalam satu bangsa yakni
Indonesia.
Bahasa merupakan alat
komunikasi mencakup tiga unsur yakni:
1.
Bahasa
sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang berkonotasi perasaan (emotif)
2.
Berkonotasi
sikap (afektif).
3.
Berkonotasi
pikiran atau penalaran
Untuk contoh dari unsur tersebut
misalnya:
1.
Fungsi
emotif dan afektif: kemajuan di bidang seni terkait dengan perkembangan bahasa.
2.
Fungsi
penalaran: bidang keilmuan terkait dengan perkembangan bahasa
Fungsi utama dari
bahasa yaitu fungsi komunikatif dan kohesif. Agar dapat mencerminkan kemajuan
zaman maka fungsi komunikasi bahasa harus secara terus-menerus dikembangkan,
namun walaupun demikian harus secara sadar dan waspada kita jaga, agar fungsi
kohesif dari bahasa Indonesia merupakan milik yang sangat berharga dalam
berbangsa dan bernegara, mungkin bahkan lebih ditinggikan lagi Perkembangan
bahasa tidak dilepaskan dari sektor-sektor lain yang juga tumbuh dan berkembang.
Bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol
bunyi yang arbitrer yang dipergunakan
oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi.
Bahasa adalah suatu sistem yang
berstruktur dari simbolsimbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para
anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.
Dengan kemampuan kebahasaan akan
terbentang luas cakrawala berpikir seseorang dan tiada batas dunia baginya. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Wittgenstein yang menyatakan: “batas bahasaku
adalah batas duniaku”.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa
fungsi bahasa adalah: (1) Koordinator kegiatan-kegiatan masyarakat. (2)
Penetapan pemikiran dan pengungkapan.(3) Penyampaian pikiran dan perasaan. (4)
Penyenangan jiwa.(5) Pengurangan kegoncangan jiwa.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal
yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat
berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada
orang lain, baik pikiran yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif.
Dengan kata lain, kegiatan berpikir ilmiah ini sangat berkaitan erat dengan
bahasa. Bahasa ilmiah adalah bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah.
No comments:
Post a Comment